Friday 4 March 2011

The Wrong Premise

Menyambung cerita terdahulu, waktu gw suka setengah mati kepada wanita bernama Rani (masih nama samaran.red), yang setelah 3 hari berturut-turut chatting yang makin lama makin sebentar. Setelah itu gw memutuskan untuk tidak menghubungi dia dulu. Setidaknya sampai beberapa hari ke depan setelahnya.

----------------00000000000000000----------------

Sebagai dokter, tentu gw mendapat kewajiban untuk jaga di IGD. Sebagai gw sendiri, gw sering mendapat jadwal di hari sabtu-minggu (meskipun kadang bukan jadwal gw, namun sering sekali diminta untuk menggantikan di sabtu-minggu karena dianggapnya gw “pasti available” berhubung tidak ada wanita yang mendampingi.red). Suatu hari Sabtu, gw kebetulan mendapat jadwal untuk jaga di rumah sakit (bye-bye weekend.red), yang membuat gw harus ke kampus. Ketika itulah gw melihat Rani sedang berada di lapangan basket. Rani ternyata ketika itu sedang ada latihan fisik bersama teman-temannya sehubungan dengan kegiatan ekstrakampus yang mereka ikuti. Tentu saja gw tidak melewatkan kesempatan itu untuk memandangnya.

Tanpa disangka, Rani balas memandang gw, tersenyum sedikit sembari melambaikan tangannya sedikit ke arah gw. Gw, yang setengah tidak percaya melihat keadaan itu, mencoba melihat ke sekeliling, apakah ada orang lain yang dimaksudkan oleh tatapan dan lambaian tangan itu? Ternyata tidak ada....

Saat itu, hanya ada gw....

Gw berasa terbang (sebelum akhirnya disadarkan karena menabrak tangga di depan koridor tempat gw lewat.red)....

Yang jelas hari itu gw jaga dengan hati berbunga-bunga. Tidak masalah, meskipun gw kehilangan weekend gw, tetapi gw sudah mendapat hal lain yang lebih berharga.....Lambaian tangan Rani....

Malamnya, Rani ternyata online lagi. Sebuah kesempatan yang tidak gw lewatkan....

Gw: “Eh, tadi sampai jam berapa di kampus?”

Rani: “Sampe jam 6 kak. Tadi jaga ya?”

Gw: “Iya, tadi gw jaga anestesi. Tadi ngapain aja lo di kampus?”

Rani: “Ya macem-macem kak. Push up, sit up.”

Gw: “Ga cape tuh?”

Rani: “Ya cape kak. Tapi kan seneng”

STOP!!!!!!

Sebelum gw lanjutkan, gw akan flashback sejenak ke beberapa hari sebelum chatting antara gw dan Rani itu terjadi. Saat itu gw bertemu dengan teman gw (sebut saja Raka.red). Raka ini adalah senior dalam kegiatan ekstrakampus yang diikuti Rani. 

Raka: “Eh, gw ada berita nih buat elo..”

Gw: “Apaan?”

Raka: “Tentang Rani, jadi dia kan tadi wawancara gw, nah gw berhasil sedikit menggali informasi nih dari orangnya langsung...Mau denger ga lo?”

Gw: “Iya, apaan?”

Raka: “Jadi, Rani itu katanya bisa main saksofon...Dia udah belajar main saksofon sejak lama...”

Gw: “Oooo, gitu....trus apalagi?”

Raka: “Trus pas gw tanya dia suka cowo yang kaya apa, dia bilang dia suka cowo yang nyeni.”

Gw: “Nyeni? Maksud lo? Suka air seni? Apaan nih?”

Raka: “Bukaan...Maksudnya dia suka cowo yang setidaknya bisa maen alat musik...Nah, lo bisa apaan?”

Gw: “Hm, gw pernah les gitar klasik (serius ini gw.red), bisa maen organ tunggal (tadinya buat persiapan kalo gw gagal lulus fakultas kedokteran, jadi gw udah ada skill buat organ tunggal. Tinggal cari wanita bermuka biasa dengan goyangan menggelegar dan memiliki nama sesuai goyangannya, misalnya Kunti Goyang Semok.red)....Eh, gw juga bisa maen rekorder (mirip suling, tapi dari bahan sejenis melamin yang sering dijadikan alat musik  wajib bagi anak-anak SD.red), sama kecapi juga bisa (padahal gw ga bisa, tapi kecapi adalah salah satu alat musik yang menurut gw sekalipun dimainkan asal-asalan akan tetap menghasilkan nada-nada indah.red)...”

Raka: “Bagus deh...Jadi lo udah punya modal tuh...Dia juga bilang suka sama cowo yang lucu gitu, katanya biar asik diajak ngobrolnya...gitu...eh, gw cabut dulu ya...mau ke kafe dulu nih”

Gw: “Oh, oke. Akan gw pikirkan. Eh, makasih ye.”

Sejak saat itu, gw selalu memikirkan Raka...... eh maksudnya memikirkan perkataan Raka....

Rani ternyata menyukai lelaki yang bisa memainkan alat musik. Mungkin impiannya bisa membuat band dan mencipta lagu bersama. Mungkin juga karena Rani ingin memiliki band yang isinya satu keluarga, ada mama, papa, suami, aa, teteh, om, tante, kakek, nenek; yang kelak akan dinamai The Family....

Keadaan ini membuat gw bingung. Mesti apa? Dengan skill gitar dan organ tunggal pas-pasan begini? Gw berpikir, mungkin gw akan membeli saksofon untuk kemudian gw pelajari dan akhirnya kita bisa membentuk The Saxophonist Duets.

Saat itu terlintas tiga ide di otak gw, pertama adalah membeli saksofon untuk kemudian gw pelajari dan gw mainkan di depan dia. Kedua, ikut les musik untuk mempelajari saksofon, kemudian gw mainkan di depan dia. Ketiga, cukup menunjukkan kepadanya, bahwa gw juga suka saksofon, musik dan hal-hal “nyeni” lainnya.

Gw akhirnya menghubungi seorang teman yang sedang kuliah di Malaysia (sebut saja Yoga.red) melalui yahoo messenger (yaiyalah, menelepon kan mahal.red). 

Gw: “Eh, apa kabar lo?”

Yoga: “Baek2 aja gw. Ada apaan nih? Tumben.”

Gw: “Gw mau beli saksofon. Berapa harganya?”

Yoga: “He?? Serius lo? Buat apaan?”

Gw: “Ya buat gw lah. Gw pengen bisa aja.”

Yoga: “Pasti gara-gara cewe..hahaha....”

Gw: “Ya semacam itulah...jadi berapa?”

Yoga: “Harganya 15 jutaan...Kalo lo dapet yang seken bisa 5 jutaan kayanya...Emang lo punya duit berapa?”

Gw: “500 ribu...”

.....Yoga is now offline.....

Oke, rencana beli saksofon gagal.....

Rencana selanjutnya mau belajar saksofon saja. Tapi bingung mau belajar di mana. Saldo rekening gw tinggal 500 ribu. Itu pun untuk berbagai macam hal. Mana cukup untuk les musik???

Akhirnya gw memutuskan menggunakan rencana ketiga, yakni menunjukkan bahwa gw suka saksofon, musik dan hal-hal “nyeni” lainnya. Jadi, gw mencoba mencari di google, segala seluk beluk mengenai saksofon (bahan dasar, cara membuat, jenisnya.red),b dan biografi  saksofonis dunia (awalnya gw hanya mengetahui Kenny G dan Dave Koz. Sekarang? Tetap Dave Koz dan Kenny G.red).

Hal ini membawa kita kembali ke masa sekarang.....

Menyambung ke masa kini, gw pun berusaha menyambungkan perbincangan melalui chatting hari ini ke tema seputar saksofon dan musik. Tapi, masalahnya gw tidak tahu caranya. Sampai gw melihat di status facebook dirinya, bahwa dia sedang mendengarkan lagu-lagu Barry Likumahuwa. Jadi....

CONTINUE.....

Gw: “Eh, lo sampe kapan tuh push up, sit up, kaya gitu?”

Rani: “Masih lama kak, sampe pelantikan”

Gw: (yang masih terngiang-ngiang tentang topik saksofon)”Eh, lo suka denger Barry Likumahuwa ya? Berarti lo jago maen saksofon dong...??”

Rani is offline --> Gw bingung. Kenapa dia langsung offline ya? Apa yang salah dengan gw? Biasanya tidak seperti ini?

Tik...tok...tik...tok.... Gw terus berpikir, sampai gw tersadar......

ALAMAK!!!! Barry Likumahuwa itu kan bassis!!!!! Ada juga Benny Likumahuwa yang memainkan instrumen tiup!!!! Itu pun dia memainkan trombone!!!!! Lagipula, apa hubungannya suka Barry Likumahuwa dengan jago memainkan saksofon???!!!! Hal itu sama saja dengan premis berikut, Anda suka David Beckham, berarti Anda mahir bermain bulu tangkis. WHAT????!!!!!

Saat itu gw sadar, The Saxophonist Duets tidak akan terlaksana....

Sejak saat itu, setiap gw bertemu Rani, dia selalu memandang gw, dengan tatapan “membunuh”  seolah hendak berkata,”Ini nih, orang yang nggak nyambung. Nggak jelas. Yang tidak bisa membedakan Barry Likumahuwa dengan Benny Likumahuwa. Yang kaya begini yang suka sama gw? Are you dreaming?? Hahaha...”
  
--------------00000000000000---------------

Setelah insiden itu, dia tidak pernah lagi bisa gw ajak chat. Setiap kali dia online, dan gw berusaha ajak chat, dia langsung offline. Lama kelamaan, dia langsung offline setiap kali gw online. Jadi seperti kejar-kejaran di dunia maya....

Di dunia nyata pun, beredar kabar bahwa dia menyukai seorang teman gw, yang gw sendiri tidak terlalu mengetahui kebenarannya. Selain itu, ketika gw berusaha menyapanya di dunia nyata, dari radius 50 meter pun, Rani langsung berbalik kabur, seolah-olah gw adalah Don Vito Corleone yang ditakuti....

Beberapa bulan setelahnya, gw mendengar kabar dia sudah tidak sendiri lagi, dan memang betul sang kekasihnya mirip seorang musisi (ups...red).

Ketika gw mencoba mencari info, seperti apa sebenarnya gw di mata Rani, jawaban yang gw dapatkan dari temannya adalah,”Sebaiknya lo ga usah tau deh. Pokoknya lo di mata dia udah gitu banget...”

Sebenarnya hal terakhir inilah yang cukup memberi kesan untuk gw. Sebuah mispersepsi....

---------------0000000000000000000-------------- 

 Kadang kita terlalu sibuk untuk jadi orang lain, yaitu seseorang dengan kepribadian dan keunikan yang disukai oleh “target” kita. Seperti gw yang mati-matian mau belajar saksofon, mau beli saksofon, dsb. Padahal, dengan kita sibuk menjadi orang lain, kita hanya menciptakan sosok baru yang disukai orang itu, dan terkadang itu bukanlah diri kita sendiri. Intinya apa? Just be yourself....

Cinta itu spesifik. Maksudnya adalah cinta itu spesifik untuk tiap-tiap orang. Bisa saja pria X sebegitu terpesonanya melihat wanita Y, yang menurut teman-teman pria X terlihat biasa saja. Ibaratnya, pria X ini telah menemukan frekuensi yang pas dengan wanita Y. Mengapa bisa demikian? Karena pria X telah mencintai wanita Y dengan segala kekurangannya, dengan segala perbedaannya. Mengapa pria X bisa mencintai wanita Y dengan segala kekurangannya? Karena cinta itu tanpa sebab, tanpa alasan...